Kamis, 01 April 2010

Pilbup Murah di Kebumen



* Oleh M Syahri Nurwahab

RASANYA hampir tidak mungkin di negeri ini sebuah pesta demokrasi dalam rangka memilih kepala daerah bisa berbiaya murah dan sederhana. Fenomena pilkada dan juga “pil-pil” yang lain tanpa disadari pasti akan membawa kesan munculnya biaya yang cukup banyak, bahkan dalam keadaan tertentu bisa tidak masuk akal.

Sejarah pemilihan umum untuk memilih langsung seorang wakil rakyat dan pemimpin belumlah cukup berumur satu dekade kecuali pemilihan kepala desa secara langsung yang telah berlangsung sejak republik ini berdiri, bahkan sebelum itu.

Prosesi pemilihan tersebut memakan biaya yang tidak sedikit karena untuk mencari pengaruh di lingkup desa. Banyak cara ditempuh oleh calon, misalnya, dengan memberikan jamuan makan, minum, rokok pada rakyatnya.

Sebatas itu pada mulanya, namun zaman terus berjalan. Yang tadinya hanya sekadar bentuk pengisi perut juga adakalanya selembar pakaian, kain sarung, jarik, kini berubah ditukar dengan nilai mentahnya saja, yakni berupa uang karena dipandang lebih praktis dan luwes.

Zaman dulu dapat disebut belum ada tokoh, karena ketokohan seseorang hanya dalam bentuk kepemilikan lahan sawah atau garapan. Makin luas sawah yang dimiliki makin tinggi derajat ketokohannya.

Satu desa paling ada 2-3 tuan tanah. Belum ada desa industri, desa wisata, desa tambang, yang ada hanya desa tani.

Umumnya kepemilikan yang luas ini hanya terdiri atas kaum satria dan brahmana dalam bentuk lain, yaitu turunan demang atau trah kiai. Setelah menjadi kepala desa, ia akan bertugas seumur hidup atau sampai meninggal.

Hal ini berubah drastis dengan diundangkannya UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintah Daerah. Kepala desa hanya diberi kesempatan menjabat selama 8 tahun, dan boleh menjabat dua periode alias 16 tahun.

Situasi berubah kultur masyarakat juga ikut berubah. Tadinya kepemimpinan itu merupakan jabatan berwibawa bahkan tampak sakral, tidak pernah berhitung untung rugi. Kini berubah menjadi cair dan akhirnya jabatan tersebut berbau komersial jauh dari rasa pengabdian.

Hal ini menular pada pemilihan bupati, wali kota, gubernur, bahkan presiden. Kalau dulu harus membeli suara anggota DPRD II, DPRD I, atau anggota MPR sekarang berubah seolah-olah mau tidak mau harus berani membeli suara rakyat.

Baik untuk membentuk citra atau kampanye keliling wilayah, membayar tim sukses, membagi-bagi hadiah, kaos dan alat peraga lainnya termasuk bayar iklan di media yang jika dihitung ternyata cukup membutuhkan biaya tinggi, bahkan miliaran rupiah.

Dengan begitu hanya mereka yang berduit saja yang berani maju ke depan, padahal keadaan seperti ini pernah saya tulis di Suara Merdeka Februari 2007 menjelang Pilgub Jawa Tengah antara lain saya menulis; sebetulnya untuk nyalon (konteks sekarang nyalon Bupati Kebumen) tidak perlu takut biaya.

Semuanya sudah dibiayai APBD, tinggal memfotokopi ijazah dan syarat-syarat lain, lalu mendaftar ke KPU. Lainnya tidak perlu ada.
Pilbup Murah Sosialisasi dan cetak gambar calon sudah dilakukan oleh KPU. Logikanya, tidak usah repot-repot, semua calon sedikit banyak sudah dikenal di wilayah Kebumen, paling tidak oleh segenap anggota partai pengusung, pembaca surat kabar, penonton TV, apalagi kalau mesin partai sudah berjalan baik, penulis yakin dengan modal secukupnya bisa terpilih menjadi bupati.

Pilbup Kebumen 11 April 2010 yang murah tentu menjadi impian masyarakat. Sebab contoh nyata dan tak dapat dibantah oleh siapapun, sebetulnya pada pilpres, pilgub dan pileg lalu, pemilih toh tidak mendapat apa-apa yang berupa pemberian, paling-paling kaos bergambar calon seharga Rp 10-ribuan, dan tidak semua warga mendapatkannya tapi mereka tetap saja mau mencontreng.

Di sisi lain pencalonan pilbup yang murah, akan menjamin Bupati Kebumen mendatang pasti tidak akan korupsi, tidak perlu memikir kembali modal, kerja mereka bisa maksimal. Ingatlah zaman sudah berubah, bola kejujuran dan kebenaran menggelinding dari Ibu Kota meluncur ke segala penjuru setelah episode Cicak vs Buaya dan Pansus Century usai. apalagi kalau institusi kejaksaan, kepolisian, pengacara telah “berbenah” dan telah bersih diri, pintu korupsi akan tertutup rapat.

Jadi, mungkinkah pilbup Kebumen bisa berjalan dengan biaya murah dan sederhana? Jawabnya adalah sangat mungkin dan mestinya malah harus demikian. Asalkan kandidat mau dan sepakat bertekad menuju Kebumen Bersih 2010, tidak usah menghambur-hamburkan uang dan janji. (10)

Sumber : http://suaramerdeka.com
— M Syahri Nurwahab, pegiat Forum Penulis Kebumen (FPK)


0 komentar:

Posting Komentar

SMS GRATIS

VISITOR

ADMIN

Sambutan PENULIS : Wasim Al Kabumainy
 
Selamat datang di Desa Pengaringan Online "Perekat Masyarakat Desa Pengaringan dan Sekitarnya". Mari kita jalin persatuan dan kesatuan. Walau dari desa kami ingin mendunia (maya)......

Blog Archive

 

Template by NdyTeeN